23 Juni 2010

My Life Story in Kampung Inggris Pare

My Life Story in Kampung Inggris Pare

Seandainya waktu itu aku tdk resign dr Bank Permata dan tetap bekerja di sana sampai dengan hari ini, pastinya cerita kehidupan ku akan sangat berbeda dengan apa yg aku alami sekarang. Aku tdk pernah menyangka bahwa keputusan ku resign dr posisi sebagai Admin Marketing Acquisition Bank Permata dan memutuskan untuk belajar Bahasa Inggris ke Pare, meninggalkan begitu banyak kenangan yg nantinya akan selalu aku kenang dan menjadi bagian dari catatan perjalanan hidup ku. Bagiku, apa yg aku alami di Pare adalah pengalaman sejati ke 2 setelah KKN di Ciwidey. Sebuah proses pembelajaran hidup.

Masih tergambar jelas, ketika pertama kali aku memutuskan untuk pergi ke Pare. Semula aku tdk diizinkan untuk berangkat ke Pare, karena tdk ada teman yg menemani selama aku disana. Hingga akhirnya aku memberanikan diri memohon izin langsung ke Papah dan bilang bahwa aku serius untuk melakukan hal ini dan berjanji untuk tdk mengecewakan. Dengan segala alasan yg aku sampaikan, akhirnya papah memberi izin.

Perjalanan panjang itu akhirnya di mulai, February 21st, 2010, tepat satu hari setelah ulang tahun ku, minggu sore itu aku berangkat ke Kediri berdua dengan papah, menumpang KA Gajayana jurusan Gambir-Malang, mencoba untuk mulai menapaki hari-hari baru di Pare. Perjalanan yg sangatlah panjang, menempuh 12 jam perjalanan hingga aku akhirnya sampai di Stasiun Kediri pukul 06.00 pagi. Menyusuri kota Kediri, daerah kekuasaan Gudang Garam dengan menumpang becak dan bis. Hingga akhirnya sampailah di Pare atau lebih tepatnya di Desa Tulungrejo, Kec.Pare, Kab.Kediri.

Tergambar dengan jelas suasana Desa Tulungrejo yg lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan “Kampung Inggris”, dan inilah gambaran nyata, tempat kursusan berjejer di mana2. Udara pagi itu aku hirup dengan sangat dalam, hingga dalam hati aku mengatakan ‘sampai juga aku di tempat yg selama ini ingin aku datangi’. Jujur, inilah pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Jawa Timur. Sebelumnya, aku hanya mampu menempuh perjalanan sampai Yogyakarta, saat itu adalah perjalanan terjauh di Pulau Jawa yg pernah aku tempuh, dan Pare adalah yg pertama kali aku perawani.

Mengenang kembali saat-saat kedatangan ku di Pare. Mencoba untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. Mengendarai sepeda, menyusuri jalan Anyelir dan Dahlia seorang diri. Mencari informasi kursusan dari satu tempat ke tempat lain. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk kursus di Kresna, mengambil program English Comprehension 1 dan program TOEFL Structure di Logico.

Brata House

Tepat dua hari setelah kedatangan ku, datang penghuni baru kamar nomor 11 di Brata House, kamar yg aku tempati sejak pertama kali datang ke Pare. Aku berkenalan dengan dia, namanya Andina Faradita ‘Dita’, kami terlibat obrolan panjang dan tanpa di sengaja hingga masuk ke ranah pribadi kehidupannya. Aku ingat bagaimana terkejutnya Dita, ketika pertama kali datang dan mendapati mobil mantan cowoknya di parkir persis di samping Brata House. Kesan pertama yg aku dapati dari seorang Dita, wanita yg ayu dan sangat sopan, khas wanita Jawa pada umumnya. Aku berpikiran bahwa wanita-wanita Jawa adalah org yg sangat sopan, ramah, dan cantik tentunya. Perkenalan antara aku dan Dita ternyata menjadi awal dari kisah panjang persahabatan kami.

Dua minggu berjalan, hingga akhirnya kami menerima kembali dua org baru di kamar nomor 11. Dua org itu adalah Anis, dari Brebes dan Ema atau panggilan akrabnya ‘Emmon’, dia adalah temannya Dita di Universitas Negeri Malang (UNM), asli Kediri. Aku ingin mendeskripsikan tentang Anis dan Emmon.

Anis, ketika pertama kali kenal dia dan ngobrol bareng, dari obrolan kita tersebut, aku menebak sepertinya dia org Sunda, org Sunda kalo udah ngomong gak pernah bisa nipu, alias keliatan bgt dari logatnya. Pada awalnya aku tdk menyangka kalau dia org Brebes, karena yg aku tau, Brebes itu Jawa Tengah, tapi kenapa tiba-tiba bisa berubah jd org Sunda. Sampai akhirnya dia memberikan penjelasan kalau tempat tinggal dia ada di perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah, jadilah seorang Anis dari Brebes tapi sehari-hari ngobrol pake Bahasa Sunda. Satu hal yg aku ucapkan dalam hati, akhirnya ketemu juga dengan saudara sekampung (maksudnya saudara satu Tanah Parahyangan). Yahh gak salah, kalo sehari2 kita ngobrol pake Bahasa leluhur. Kita punya panggilan khusus untuk Anis, yaitu Mami. Aku pun masih mengingat jelas ketika sedang booming lagunya Anang-Syahrini ‘Jangan Memilih Aku’, dia selalu nyetel itu lagu sepanjang malam, ibaratnya lagu pengantar tidur dan dia setting lagu itu dalam keadaan di repeat terus. Sampe kita bosen dengernya. Tapi Mami adalah org yg baik dan lucu. Kalau ketawa punya suara yg khas.

Satu lagi teman baru kita, namanya Emmon. Jadi inget sama Emmon yg ada di Film Catatan Si Boy. Tapi yg ini beda, bukan Emmon yg ke banci-bancian, tapi Emmon seorang wanita tulen asli Kediri. Waktu pertama kali kenal, pas dia datang ke Pare mau survey tempat kursusan dan kosan. Orangnya heboh banget, kalo ngomong selalu pake Bahasa Jawa dan entah lupa atau khilaf, padahal Dita udah bilang kalo ngobrol sama aku jangan pake Bahasa Jawa, karena aku bener2 gak ngerti sama sekali. Tapi, tetep aja Emmon menyamaratakan semua org yg di temui dan ngajak ngobrol pake Bahasa Jawa, dengan logat medoknya. Kalo Emmon udah ngomong pake Bahasa Jawa, yg ada aku mengernyitkan dahi, seolah berpikir keras untuk menangkap dan berusaha memahami apa yg dia ucapkan. Lantas setelah berpikir dengan keras, aku akan bertanya langsung ke Dita ‘artinya apa dit’?? dan keadaan yg seperti ini yg selalu bikin Dita ketawa ngakak. Mungkin waktu itu aku nanya dengan wajah melas penuh harapan dan memohon sama Dita untuk menterjemahkan seluruh kata2 yg Emmon ucapkan. Dengan segala kekurangan yg dia miliki (hahaha…) karena sulit berbahasa Indonesia dngn baik dan benar, Emmon tetap teman terbaik buatku.

Di Brata House, aku tdk hanya mengenal Dita, Anis dan Emmon. Tapi, ada juga Fadyah, Dekna, Teh Nita, Kak Una, Maya, dan msh banyak lagi penghuni lainnya. Hingga berjalannya waktu pada akhirnya kami saling mengenal. Fadyah, kelahiran thn 88, asli org Makassar, tapi perawakannya bukan kayak org yg udah lulus kuliah, tapi kayak anak SMA. Kalo makan paling banyak, tapi gak gemuk-gemuk. Kok bisa yahh!! Di antara Fadyah dan Dekna, Fadyah adalah anak yg manja. Punya kebiasaan megangin ketek dan yg paling sering jd korban kejailan Fadyah, yaitu Dita. Kayaknya Dita udah kenyang di godain sama Fadyah. Fadyah orgnya agak introvert alias tertutup. Program kursus yg di ambil cuman sedikit dan semua programnya ada di Aladin House, penggemar berat Kak Kiddin. Fadyah paling males kalo di ajak keluar, padahal keluar nyari angin doank, jalan-jalan muter Tulungrejo, susahnya kalo di ajak keluar, bilang ‘iya’ aja kayaknya berat. Padahal mksdnya bgs, supaya dia gak bosen di kamar muLu.

Dekna, satu hal yg paling membekas dari Dekna, seorang wanita yg sangat aneh menurut ku. Bukan aneh dengan sifat atau sikapnya. Tapi, aneh sekaligus ajaib dengan kebiasaan dia. Dekna, gak suka makan nasi, kalo di sodorin antara nasi lauk ayam atau daging dan krupuk, dia akan lebih memilih kerupuk. Kalo ketemu kerupuk udah kayak ketemu harta karun yg dah lama terpendam di dasar laut. Bisa yahh, hidup dengan tanpa makan nasi, cuman makan krupuk aja. Ditambah lagi kebiasaan minum soda, Fanta, Coca Cola, Sprite, sampe punya julukan khusus dr Mba Wakapo ‘Ms Cola’. Haduhh…kadang2 aku suka geregetan, sampe2 rasanya pengen cekokin dia makan nasi. Giliran di suapin makan nasi sama sayur, Dekna cuman makan dua sendok makan aja. Aku tau kalau semua itu terjadi karena trauma yg pernah di alami dalam hidupnya. Tapi de’ ni demi kepentingan kamu juga, terutama kesehatan kamu. Krupuk itu gak bergizi. Coba deh makan nasi, ntar badan kamu bisa tambah gemuk dan berisi. Tapi, Dekna adalah org yg sangat perhatian dan baik banget sama semua. Saking baiknya sama org, sampe2 gak jarang kebaikannya itu tdk dibalas dengan kebaikan lagi oleh orang lain.

Kresna English Center & Aladin House

Kursusan pertama yg aku ambil di Pare, yaitu di Kresna, ambil program English Comprehension 1. Sempat shock pas pertama kali belajar di sana, karena materi Grammar yg diajarin di sana ternyata sangat berbeda jauh dengan apa yg pernah aku dapat di LIA atau di LBUI. Di Kresna, materinya lebih detail, kalo aku bilang sangatlah detail. Belajar dari yg namanya pengertian Bahasa, komponen bahasa, Part of speech, Clausa, Phrase, dll. Sampe2 satu hari gak masuk aja, rasanya udah kayak ketinggalan jauh. Pada akhirnya aku bela-belain untuk selalu masuk, walaupun hujan deres, tetap semangat belajar.

Ada satu hal yg sempet bikin aku terheran-heran sekaligus lucu. Kebetulan di kelas EC 1, setiap hari sabtu kita selalu weekly test, setelah itu makan bareng di Jimmy. Waktu lagi ngobrol2 sama teacher dan temen2 yg lain. Dari situ baru aku tau, kalau selama kenal dengan aku, mereka nyangka kalo aku baru lulus SMA. Waktu aku bilang kalo aku udah lulus kuliah, dah gitu lulusnya tahun 2009, mereka pada kaget dan Mr.Kadirah (teacher EC1), senyum-senyum sendiri, karena dia pikir aku baru lulus SMA. Dari situ aku mengambil kesimpulan kalau ternyata muka itu bisa menipu, umur boleh tua tapi muka masih awet muda..hahaha :D.

Sudah terlanjur dari awal ambil kursus di Kresna, akhirnya aku lanjutin ambil program dari HP 3 s.d HP 9. Dari situ akhirnya aku mulai mengenal banyak orang, mulai dari teacher nya ; Mr.Kadirah, Mr.Falaq, Mr.Damanhuri, Mr.Tharom, Mr.Yusro, Mr.Asrof. Juga teman2 sekelas ; Ova, Ahsan, Mas Deden, Rukhi, msh banyak lagi. Aku sendiri merasa takjub aja, ternyata Pare membuka kesempatan untuk berteman dengan banyak org dari berbagai daerah.

Selama kurang lebih 1 setengah bulan aku ambil kursus di Kresna dan rasanya tdk ingin pindah kursus ke tempat lain. Karena pasti kalau aku ambil di tempat lain, metode pembelajaran yg di sampaikan bisa jadi berbeda jauh dengan apa yg sudah aku dapat di Kresna. Niat untuk ambil Grammar di Elfast akhirnya aku batalin. Karena ternyata aku lebih sreg dengan metode pembelajaran yg ada di Kresna.

Setelah belajar di Kresna, akhirnya aku melanjutkan belajar Grammar dan TOEFL di Aladin House, dengan teachernya Kak Kiddin. Ternyata Kak Kiddin adalah sosok guru yg tdk berwibawa. Gak ada wibawanya sama sekali, karena setiap kita ledekin, dia selalu menerima dengan lapang dada. Jadi inget, kita sering dengan seenaknya gak masuk kelas karena males, kalau disuruh hapalan sering nolak. Tapi, Kak Kiddin adalah org yg sangat sabar, sebagai seorang guru, kelebihan dia adalah sabar. Kalo kita belum mengerti dengan materi yg di bahas, dia akan dengan sangat hati-hati menjelaskan kembali.

Selain Kak Kiddin, aku juga kenal baik dengan Mr.Udin. Kenapa aku panggil dia Mr, karena usia dia sama dengan aku, kalau aku panggil kakak, rasanya gak pantas. Mr. Udin ini adik kandungnya Kak Kiddin. Walaupun adik kandung Kak Kiddin, tapi Mr.Udin keliatan beda bgt sama Kak Kiddin. Mr.Udin lbh tinggi, lbh putih dan lbh kurus. Kalo Kak Kiddin specialist Grammar, Mr.Udin specialist Speaking. Satu hal yg suka bikin aku aneh sendiri. Kalo udah masuk kelasnya Mr.Udin, kayaknya lebih sering sesi sharing ketimbang belajar. Sampe2 setiap abis pelajarannya dia, aku lebih sering menghabiskan waktu di Aladin House, ngobrol sm Mr.Udin, ngobrolin banyak hal.

Dari semua tempat kursusan yg sudah aku jamahi. Hanya Kresna dan Aladin House yg paling berkesan. Berkesan bukan hanya dengan ilmu dan materi yg didapat tetapi juga dengan orang2 yg ada di kedua kursusan tersebut.

Kesan Tentang Pare

Minggu, 27 Juni 2010. Aku harus pergi meninggalkan Pare. Aku tdk tahu apakah nantinya kau akan kembali ke tempat ini lagi atau tidak. Hanya ada dua kemungkinan kembali ke tempat ini, pertama aku kembali karena mau mengambil kursus lagi atau aku kembali karena pekerjaan. Tapi aku lebih berharap, kalaupun kembali ke tempat ini, aku kembali karena pekerjaan. Dan satu hal yg pasti, suatu saat nanti aku akan kembali ke Kediri, yaitu saat Emmon menikah. Entah kapan itu waktunya. Tetapi, yg pasti aku akan datang pada saat Emmon menikah.

Untukku, Pare sangatlah berkesan, karena Pare membuka kesempatan bagi ku untuk kenal dengan banyak org dari berbagai daerah. Selain ilmu yg di dapat, di tempat ini aku mendapatkan sahabat, bahkan saudara. Aku merasa amazing dengan apa yg aku dapat di sini. Punya temen dari Makassar, Malang, Kediri, Brebes, Bengkulu, dll. Jujur ini adalah pertama kalinya dalam hidupku bisa mendapatkan banyak teman dr berbagai daerah. Pare juga menjadi tempat yg menjembatani aku untuk mengunjungi Bromo, Yogya, dan Malang (bagian ini akan aku ceritakan secara tepisah).

Setelah aku kembali ke Jakarta, memulai kembali kehidupan yg nyata dan sesungguhnya. Bergelut dengan kemacetan dan kerasnya hidup di Jakarta. Pasti aku akan merindukan saat-saat di Pare. Rindu dengan suasana belajarnya, dengan lingkungannya, mungkin aku akan rindu saat di mana aku jalan2 dengan sepeda ke alun, ke Garuda Park, ke kebon tebu sore2 sambil menikmati sunset (kalo aku bilang sudut trindah di Pare). Rindu dengan makanan di Pare yg gak bervariasi..hehehe. Akan banyak hal yg aku rindukan setelah aku kembali ke Jakarta. Aku tdk bisa berlama-lama di tempat ini. Aku harus move on. Aku harus melanjutkan lagi kehidupanku.

Ini adalah bagian dari lembar kehidupan yg telah aku catat dalam buku harian kehidupanku. Apa yg akan terjadi nanti, hanya satu hal yg aku harapkan, semoga yg terbaik yg bisa aku dapatkan untuk catatan kehidupan ku selanjutnya. Amien…

Febyanti Junaedi
23 Juni 2010
06.00

Tidak ada komentar: